Selasa, 19 November 2013

UUD yang berhubungan dengan bahan tambahan makanan


Tugas AMAMI
UUD yang berhubungan dengan Bahan Tambahan Makanan yang dilarang
Build the future
Disusun oleh :
Nurlia
11 3145 453 061

Program Studi D III Analis Kesehatan
STIKes Mega Rezky Makassar
2012/2013




PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88

TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a.       bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap derajat kesehatan manusia;
b.      bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 235/Menkes/Per/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 237/Menkes/Per/VI/79 tentang Perubahan Wajib Daftar Makanan dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238/Menkes/SJ/VI/79 tentang Keharusan Menyertakan Sertifikat Analisa Pada Setiap Impor Bahan Tambahan Makanan, sudah tidak lagi memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi sehingga perlu diatur kembali;
c.       bahwa setiap orang yang memproduksi makanan untuk diedarkan menggunakan bahan apapun yang dinyatakan terlarang sebagai bahan tambahan pangan
Mengingat :
1.      Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang Menjadi Undang-Undang;
2.      Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
3.      Undang-Undang Nomor 11 tahun 1962 tentang Hygiene Untuk Usaha-Usaha Bagi Umum;
4.      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
5.      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya








Memutuskan dan Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
1.      Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan
2.      Nama bahan tambahan makanan adalah nama generik, nama Indonesia atau nama Inggris.
3.       Kemasan eceran adalah kemasan berlabel dalam ukuran yang sesuai untuk konsumen, tidak ditujukan untuk industri pengolahan makanan.
4.      Sertifikat analisis adalah keterangan hasil pengujian suatu produk yang diterbitkan oleh suatu laboratorium penguji yang diakui oleh Departemen Kesehatan atau produsen untuk yang diimpor.
5.      Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
6.      Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
7.      Pengemulasi, pemantap dan mengental adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
8.      Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
9.       Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
10.  Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
11.  Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
12.   Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.
BAHAN TAMBAHAN YANG DILARANG
Pasal 3
1.      Bahan tambahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan ditetapkan seperti tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
2.      Selain yang disebut pada ayat (1), khusus untuk bahan pewarna yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan, ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya
Pasal 4
1.      Bahan yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dinyatakan sebagai bahan berbahaya bila digunakan pada makanan.
2.      Makanan yang mengandung bahan yang disebut pada ayat (1) dinyatakan sebagai makanan berbahaya.
Dalam UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan
BTP diatur dalam Bagian Kedua Pasal 10, 11 dan 12. Pangan yang diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai BTP yang dinyatakan terlarang atau melampaui batas maksimal yang ditetapkan. Pemerintah menetapkan BTP yang dilarang dan atau dapat digunakan, serta ambang batas maksimalnya (Pasal 10). BTP yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam pangan untuk diedarkan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Pemerintah(Pasal11).
Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 239/Menkes/ Per/V/1985, menetapkan 30 zat pewarna tertentu yang dinyatakan berbahaya. Zat pewarna yang dilarang adalah auramine, alkanet, butter yellow, black 7984, burn umber, chrysbidine, chrysoine S, citrus red no. 2, chocolate brown FB, fast red E, fast yellow AB, guinea green B, indanthrene blue RS, magenta, metanil yellow, oil orange SS, oil orange XO, oil yellow AB, oil yellow OB, orange G, orange GGN, orange RN, orchil and orcein, ponceau 3R, ponceau SX, ponceau 6R, rhodamin B,sudan I, scarlet GN, violet 6B.

Bahan tambahan berbahaya yang sering digunakan oleh produsen pangan asal hewan segar sebagau bahan pengawet, antara lain: formalin untuk karkas ayam dan asam borat (boraks)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar