Tugas
AMAMI
Build the future
Disusun
oleh :
Nurlia
11
3145 453 061
Program
Studi D III Analis Kesehatan
STIKes
Mega Rezky Makassar
2012/2013
PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR :
722/MENKES/PER/IX/88
TENTANG BAHAN TAMBAHAN
MAKANAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang :
a.
bahwa makanan yang menggunakan bahan
tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung
terhadap derajat kesehatan manusia;
b.
bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
235/Menkes/Per/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 237/Menkes/Per/VI/79 tentang Perubahan Wajib Daftar Makanan dan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238/Menkes/SJ/VI/79 tentang Keharusan
Menyertakan Sertifikat Analisa Pada Setiap Impor Bahan Tambahan Makanan, sudah
tidak lagi memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi sehingga perlu diatur
kembali;
c. bahwa setiap orang yang memproduksi makanan untuk diedarkan menggunakan
bahan apapun yang dinyatakan terlarang sebagai bahan tambahan pangan
Mengingat :
1. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang Menjadi Undang-Undang;
2. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
3. Undang-Undang
Nomor 11 tahun 1962 tentang Hygiene Untuk Usaha-Usaha Bagi Umum;
4. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
5. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat
Warna Tertentu Yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya
Memutuskan dan
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
BAHAN
TAMBAHAN MAKANAN
1.
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien
khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik)
pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi
sifat khas makanan
2.
Nama bahan tambahan makanan adalah nama
generik, nama Indonesia atau nama Inggris.
3.
Kemasan eceran adalah kemasan berlabel dalam
ukuran yang sesuai untuk konsumen, tidak ditujukan untuk industri pengolahan
makanan.
4.
Sertifikat analisis adalah keterangan
hasil pengujian suatu produk yang diterbitkan oleh suatu laboratorium penguji
yang diakui oleh Departemen Kesehatan atau produsen untuk yang diimpor.
5.
Pemanis buatan adalah bahan tambahan
makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir
tidak mempunyai nilai gizi.
6.
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan
tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang
tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
7.
Pengemulasi, pemantap dan mengental
adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan
sistem dispersi yang homogen pada makanan.
8.
Pengawet adalah bahan tambahan makanan
yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
9.
Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang
dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan.
10. Pewarna
adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
makanan.
11. Penyedap
rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
12. Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang
dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.
BAHAN
TAMBAHAN YANG DILARANG
Pasal
3
1.
Bahan tambahan yang dilarang digunakan
sebagai bahan tambahan makanan ditetapkan seperti tercantum dalam Lampiran II
yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
2.
Selain yang disebut pada ayat (1),
khusus untuk bahan pewarna yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
makanan, ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya
Pasal
4
1.
Bahan yang dimaksud dalam pasal 3 ayat
(1) dinyatakan sebagai bahan berbahaya bila digunakan pada makanan.
2.
Makanan yang mengandung bahan yang
disebut pada ayat (1) dinyatakan sebagai makanan berbahaya.
Dalam UU Nomor 7 tahun
1996 tentang Pangan
BTP diatur dalam Bagian Kedua Pasal 10, 11 dan
12. Pangan yang diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai BTP yang
dinyatakan terlarang atau melampaui batas maksimal yang ditetapkan. Pemerintah
menetapkan BTP yang dilarang dan atau dapat digunakan, serta ambang batas
maksimalnya (Pasal 10). BTP yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan
manusia wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam
pangan untuk diedarkan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
Pemerintah(Pasal11).
Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 239/Menkes/
Per/V/1985, menetapkan 30 zat pewarna tertentu yang dinyatakan berbahaya. Zat
pewarna yang dilarang adalah auramine, alkanet, butter yellow, black 7984, burn
umber, chrysbidine, chrysoine S, citrus red no. 2, chocolate brown FB, fast red
E, fast yellow AB, guinea green B, indanthrene blue RS, magenta, metanil
yellow, oil orange SS, oil orange XO, oil yellow AB, oil yellow OB, orange G,
orange GGN, orange RN, orchil and orcein, ponceau 3R, ponceau SX, ponceau 6R,
rhodamin B,sudan I, scarlet GN, violet 6B.
Bahan tambahan berbahaya yang sering digunakan oleh produsen pangan asal hewan segar sebagau bahan pengawet, antara lain: formalin untuk karkas ayam dan asam borat (boraks)
Bahan tambahan berbahaya yang sering digunakan oleh produsen pangan asal hewan segar sebagau bahan pengawet, antara lain: formalin untuk karkas ayam dan asam borat (boraks)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar