Rabu, 13 November 2013

Bakteri penyebab ISPA


Makalah Bakteriologi
Bakteri penyebab ISPA
Di susun oleh :
Kelompok I
Al Gazali
Nurlia
Ratnawati
Juarni
Fifi Safitri
Deltiva Sawo

Program Studi DIII Analis Kesehatan
Stikes Mega Rezky Makassar
Tahun Ajaran 2011/2012
KATA PENGANTAR

Bismillahi Rahmani Rahim
Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
           Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah dengan judul “Bakteri penyebab ISPA “ dapat di selesaikan tepat waktu.
          Pada penulisan makalah ini,penulis telah berusaha semaksimal mungkin namun mengingat kodrat manusia sebagai manusia biasa tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan-kekurangan yang membutuhkan koreksi dan penyempurnaan dari berbagai piha.Selanjutnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Istiqamah S.ST selaku dosen pembimbing mata kuliah Instrument III
2.      Semua pihak yang telah memberikan sumbangsihnya.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Saran dn kritik sangat kami harapkan demi perbaikan dalam pembuatan makalah,baik yang sekarang maupun yang akan datang.


                                                                                                 PENYUSUN









DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI                                                                             
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
B.     Tujuan penulisan makalah
           BAB II : ISI
1.      Haemophilus influenza
A.    Morfologi dan klasifikasi
B.     Epidemiologi
C.     Patogenesis
D.    Sifat biokimia
E.     Pencegahan
F.      Pengobatan
2.      Mycoplasma pneumonia
A.    Morfologi dan klasifikasi
B.     Epidemiologi
C.     Patogenesis
D.    Sifat biokimia
E.     Pencegahan
F.      Pengobatan


3.      Bordetella pertussis
A.    Morfologi dan klasifikasi
B.     Epidemiologi
C.     Patogenesis
D.    Sifat biokimia
E.     Pencegahan
F.      Pengobatan
4.      Legionella pneumophilla
A.    Morfologi dan klasifikasi
B.     Epidemiologi
C.     Patogenesis
D.    Sifat biokimia
E.     Pencegahan
F.      Pengobatan
         BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
         DAFTAR PUSTAKA
                                                     



       

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Infeksi saluran nafas bisa terjadi pada saluran nafas bagian atas, misalnya : epiglottitis, laryngitis, laringo-epiglottitis, trakheaitis, dan pada saluran nafas bagian bawah, misalnya bronchitis, bronchopneumonia, pneumonia, pneumonitis, yang penyebabnya oleh bakteri virus maupun fungi. Bakteri yang banyak menjadi penyebab infeksi saluran nafas, termasuk basil-basil negative-gram Klebsiella pneumoniae, Escherechia coli, pseudomonas spp, proteus spp, Haemophilus influenza, bordetella pertussies, kokkus piogenik, yaitu staphylococcus aureus, neisseria meningitides. Disamping itu juga corynebscterium diphtheriae dan salmonella typhosa. Di Indonesia penyebab yang banyak ditemukan adalah Mycobacterium tuberculosa.
Infeksi saluran nafas juga disebabkan oleh beberapa bakteri yang masih kurang diisolasi di Indonesia, mungkin karena metode isolasi/diagnose yang belum sempurna, misalnya Legionella pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae, Chlamydia psittaci, Chlamydia pneumoniae dan rickettsia.
Penularan infeksi saluran nafas bias secara eksogen, melalui udara, dan bisa secara endogen yaitu secara hemotogen, atau limfogen dari focus infeksi di tempat lain. Faktor-faktor predesposisi terjadinya infeksi saluran nafas adalah antara lain :
1.      Faktor usia, dimana anak kecil dan orang tua lebih mudah menderita infeksi saluran nafas,
2.      Gangguan pertahanan tubuh, misalnya pada orang-orang dengan sistim imun yang tertekan atau pertahanan tubuh menurun
3.      Gangguan pada sekresi saluran nafas, misalnya pada sekresi sel epitel saluran nafas yang berlebih, misalnya pada penderita asma bronkhiale, atau adanya hambatan pengeluaran secret saluran nafas, misalnya bronkhoektasi,
4.      Orang-orang alkoholik dan pemakai obat terlarang.







B . Tujuan penulisam makalah
1.      Untuk mengetahui morfologi dan klasifikasi dari bakteri penyebab ISPA
2.      Untuk mengetahui epidemiologi dari bakteri penyebab ISPA
3.      Untuk mengetahui pathogenesis dan sifat biokimia dari bakteri penyebab ISPA
4.      Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan bakteri penyebab ISPA






















BAB II
ISI
1.      Haemophilus influenza
A.    Morfologi,klasifikasi dan identifikasi

[image2.png] 
Klasifikasi
Divisi   : Bakteri
Kelas   : Schizomicetes
Ordo    : Eubacteriales
Famili  : Haemophilunaceae
Genus  : Haemophilus
Spesies             : Haemophilus influenzae

a.      Ciri organisme
H. influenza berbentuk batang gram negative dengan ukuran sangat kecil , yaitu panjang  0,5 µm dan lebar 0,2 sampai 0.3 µm. Bakteri ini bersifat pleomorfik. Kapsul dijumpai pada bakteri yang berasal dari eksudat dan dari biakan yang baru berumur 6 jam. H. influenza tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
b.      Sifat pertumbuhan
Identifikasi berbagai organism dari kelompok haemophilus sebagian di dasarkan pada penunjukan kebutuhan akan factor-faktor penumbuh tertentu yang disebut X dan V.Faktor X bertindak secara fisiologis sebagai hemin;Faktor V dapat di gantikan oleh nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) atau koenzim lainnya.
c.       Variasi
Dalam variasi morfologisnya,H.Influenzae memiliki kecenderungan yang kentara untuk kehilangan kapsul dan spesifitas jenis yang terkait.koloni-koloni varian yang tidak berkapsul kehilangan bentuk.
d.      Transformasi
Di bawah kondisi eksperimental yang tepat,DNA yang diambil dari jenis H.influenzae,mampu mentransfer spesifitas jenisnya kepada sel lain(transformasi).Ketahanan terhadap ampisilin dan klora,fenikol terkontrol oleh gen-gen pada plasmid yang dapat dipinahkan.
B.     Epidemiologi
 dengan namanya, H. influenzae membutuhkan faktor-faktor pertumbuhan yang terdapat di dalam darah yang dilepaskan ketika sel darah merah mengalami lisis (haemo=darah, philos=menyukai).  Faktor-faktor tersebut adalah faktor X (hemin), suatu derivat haemoglobin yang termostabil, dan faktor V (nicotinamide-adenine-dinucleotide) yang termolabil. Spesies ini memerlukan salah satu atau kedua faktor pertumbuhan tersebut.
H. influenzae sangat peka terhadap disinfektan dan kekeringan. Kuman ini tumbuh optimum pada suhu 37°C dan pH 7,4-7,8 dalam suasana CO2 10%. Kuman ini juga tumbuh subur sebagai satelit Stafilokokus karena Stafilokokus menghasilkan faktor V.
C.    Patogenesis
H. influenzae menyebabkan sejumlah infeksi pada saluran pernafasan bagian atas seperti faringitis, otitis media, dan sinusitis yang terutama penting pada penyakit paru kronik. H. influenzae dapat menyebabkan pembengkakan saluran pernapasan bagian atas yang hebat yang mengakibatkan obstruksi dan sering menyebabkan kematian kurang dari 24 jam. Hal ini terjadi karena flu yang diderita sudah sangat berat sehingga menyebabkan meningitis. Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak. Bakteri ini masuk kedalam tubuh melalui udara yang dihirup, kemudian menetap didalam tubuh. Didalam tubuh manusia, bakteri ini mengadakan pembelahan dan berkembangbiak dengan jumlah yang banyak, kemudian masuk ke dalam darah sampai ke otak, apabila bakteri ini sudah masuk dan menyebar kedalam peredaran darah (bersifat sistemik) dan masuk ke otak, maka dapat menyebabkan kematian.
D.    Sifat biokimia
Dalam media agar BHI (Brain Heart Infussion ) di tambah darah,koloni kecil,bulat dan cembung dengan perubahan warna yang kuat terbentuk dalam 24 jam.Koloni-koloni pada agar coklat membutuhkan 36-48 jam untuk mencapai diameter 1 mm.Iso vitaleX dalam media mempercepat pertumbuhannya.H.influenzae adalan non-hemolisis.Di sekitar kloloni staophylococcus (atau yang lainnya),koloni H.influenzae tumbuh  lebih besar ( fenomena satelit,satellite phenomena ).
E.     Pengobatan
Angka kematian akibat meningitis H.influenzae yang tidak di obati bias mencapai 90%.Sebagian besar H,influenzae tipe b peka terhadap ampicillin,namun lebih dari 25% menghasilkan beta-lactamase yang di bawa oleh plasmid yang mudah berpindah dan resisten.Sebagian besar peka terhadap kloramfenikol,dan pada dasrnya seluruh galur peka terhadap sefalosporin yang lebih baru.Sefotaksim,pemberian IV sebanyak 150-200mg/kg/hari,bisa memberikan hasil yang bagus.Diagnosis segera dan terapi antimikrobia yang tepat penting untuk mengurangi kerusakan neurologis.Komplikasi yang menonjol dari meningitis karena influenza adalah terjadinya akumulasi cairan subdural yang membutuhkan tindakan bedah.
F.     Pencegahan
Untuk pencegahannya, dapat digunakan vaksin khas polisakarida kapsuler terhadap bayi dimana ibunya tidak memiliki Ab terhadap H. influenzae.Disarankan juga untuk menjaga pola hidup bersih di daerah yang padat penduduk.
2.      Mycoplasma pneumoniae
A.    Morfologi dan klasifikasi

http://www.nature.com/news/2009/091126/images/news.2009_MycoplasmaPneumoniae.jpg
Klasifikasi
Kingdom         : Bacteria
Divisi               : Firmicutes
Kelas               : Mollicutes
Ordo                : Mycoplasmatales
Famili              : Mycoplasmataceae
Genus              : Mycoplasma
Spesies            : Mycoplasma pneumoniae

Mikroorganisme ini mempunyai struktur yang sangat primitif dan merupakan prokariota yang paling kecil yang masih dapat melakukan self replication. Bersifat sangat pleomorf karena spesies ini tidak memiliki dinding sel peptidoglikan, ia memiliki tiga lapis membran sel yang menggabungkan senyawa sterol, mirip dengan sel-sel eukariotik. Mycoplasma pneumoniae merupakan bakteri gram negatif dengan ukuran panjang 1 mm - 2 μm dan lebar 0,1 mm - 0,2 μm, berbentuk bundar agak datar, pinggirnya bening (transculent), bagian tengah keruh dan granuler. Kuman tumbuh jauh ke dalam agar dan membentuk penampilan fried egg. Permukaan koloni dapat mengadsorpsi sel darah merah, membentuk zona hemolisis. Pertumbuhannya sangat lambat antara 5-10 hari atau lebih.
B.     Epidemiologi
Infeksi M. Pneumoniae dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. Infeksi menyebar luas dari satu orang ke orang lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya infeksi ini lebih mudah tersebar pada populasi penduduk yang padat.
C.    Patogenesis
Mycoplasma pneumoniae di tularkan dari satu orang ke orang melalui sekretdari saluran  pernafasan yang terinfeksi.Infeksi di inisiasi oleh menempelnya tip dari organism pada reseptor yang ada di permukaan sel epithelial dari saluran pernapasan.penempelan di hubungkan oleh protein adhesion yang spesifik yang terdapat pada organism yang memiliki struktur terminal yang berbeda-beda.Selama proses infeksi,organism tetap timggal dalam kondisi ekstraseluler.
D.    Sifat biokimia
Banyak strain dari mycoplasma tumbuh pada kaldu hati yang berfungsi dengan peptone yang bersifat asam dengan 2% agar (pH 7,8) yang ditambahkan dengan sekitar 30% cairan manusia ataupun serum dari hewan (kuda atau kelinci).Inkubasi pada suhu 27ͦ C selama 48-96 jam mungkin tidak terjadi kekeruhan,namun pewarnaan giemsa dari sedimen yang disentrifugasi memperlihatkan karakteristik struktur pleomorfik dan subkultur pada media padat menghasilkan koloni-koloni yang hanya berumur sesaat.
      Setelah 2-6 hari dalam media bifasik (Broth Over Agar),dan medi agar yang diinkubasi pada cawan petri yang telah disegel untuk mencegah evaporasi,dapat terdeteksi koloni-koloni yang diisolasi yang berukuran 20-500 µm dengan menggunakan kaca pembesar.Koloni-koloni tersebut berbentuk bulat dengan permukaan bergranul dengan pusatnya yang gelap yang biasanya terkubur didalam agar.Mereka dapat di-subkultur dengan cara memotong sekotak kecil agar yang mengandung satu atu lebih koloni-koloni dan memindahkannya dengan ke cawan yang cepat yang baru atu menjatuhkannya kedalam media cair.Organisme dapat diberi pewarnaan dalam rangka studi mikroskopik dengan cara menempatkan potongan kotak yang sama pada slide dan menutupinya dengan gelas penutup,dimana sebelumnya koloni-koloni tersebut telah diberi larutan beralkohol dan preparat dapat juga diberi pewarnaan dengan menggunakan antibodi flourescent spesifik.
E.     Pengobatan
Ø  Antibiotika
M. Pneumoniae secara invitro memperlihatkan sensitivitas terhadap Eritromisin dan Tetrasiklin sebagai obat pilihan untuk infeksi M. Pneumoniae. Pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun, obat pilihan adalah Eritromisin, sedangkan Tetrasiklin tidak dianjurkan karena memiliki efek samping pada anak. Rincian dosisnya adalah sebagai berikut :
ü  Dewasa dengan berat badan ≥ 26 kg :
ü  Tetrasiklin 1000 mg/hari dibagi 4 dosis
ü  Erotromisin 1500 mg/hari dibagi 4 dosis
ü  Anak-anak dengan berat badan ≤ 25 kg :
ü  Tetrasiklin 25 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis
ü  Eritromisin 30-50 mg/kg BB/hari
ü  Diberi selama 2-3 minggu
Pemberian obat di atas dalam jangka waktu pendek menunjukkan hasil yang baik, tapi mikroorganisme ini bisa tidak segera hilang dari sputum atau hapusan tenggorokan, sehingga dapat mempengaruhi fungsi paru di kemudian hari. Obat baru yang sekarang ini banyak dipakai adalah Roxytromycin, yang ternyata cukup efektif terhadap M. Pneumoniae dengan sedikit efek samping. Dosis yang diberikan 5-10 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis secara oral, diberikan selama 7-14 hari.
Ø  Simtomatik, yaitu :
ü  Istirahat
ü  Analgetik atau Antipiretik
ü  Antitussive
ü  Asupan cairan
F.     Pencegahan
Tidak ada cara spesifik untuk mencegah pertumbuhan penyakit ini. Cara yang dapat ditempuh hanya berupa menjaga kebersihan diri, terutama kebiasaan mencuci tangan, serta menghindari kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi.





3.      Bordetella pertussis
A.    Morfologi dan klasifikasi

[clip_image0023.jpg]
Klasifikasi
Kingdom         : Eubacterium
Filum               : Coccobacillus
Kelas               : Bacillus
Ordo                : Coccobacillus
Famili              : Alcaligenaceae
Genus              : Bordetella
Spesies            : Bordetella pertussis

Boredetella pertussis berbentuk coccobacillus kecil-kecil, terdapat sendiri-sendiri, berpasangan, atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Pada isolasi primer, bentuk kuman biasanya uniform, tetapi setelah subkultur dapat bersifat pleomorfik.Bentuk koloni pada biakan agar yaitu smooth, cembung, mengkilap, dan tembus cahaya. Bentuk-bentuk filament dan batang-batang tebal umum dijumpai. Simpai dibentuk tapi hanya dapat dilihat dengan pewarnaan khusus, dan tidak dengan penggabungan simpai. Kuman ini hidup aerob, tidak membentuk H2S, indol serta asetilmetilkarbinol. Bakteri ini merupakan gram negative dan dengan pewarnaan toluidin biru dapat terlihat granula bipolar metakromatik.

B.     Epidemiologi
Penyakit pertusis tersebar di seluruh dunia dan mudah sekali menular. Manusia merupakan satu-satunya sumber Bordetella pertussis, dan penyebaran penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh orang-orang dengan infeksi aktif. Banyak kasus terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun, sebagian besar meninggal pada usia 1 tahun.
C.    Patogenesis
Setelah menghisap droplet yang terinfeksi, kuman akan berkembang biak di dalam saluran pernafasan. Gejala sakit hampir selalu timbul dalam 10 hari setelah kontak, meskipun masa inkubasi bervariasi antara 5-21 hari. Penyakit ini terbagi dalam 3 stadium.


·         Stadium prodromal (kataral) berlangsung selama 1-2 minggu. Selama stadium ini, penderita hanya menunjukkan gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas yang ringan seerti bersin, keluarnya cairan dari hidung, batuk dan kadang-kadang konjungtivitis. Pemeriksaan fisik tidak memberikan hasil yang menentukan. Masa ini merupakan masa perkebmangbiakan kuman di dalam epitel pernafasan.
·         Stadium kedua biasanya berlangsung selama 1-6 minggu dan ditandai dengan peningkatan batuk paroksismal. Suatu batuk paroksismal yang khas adalah dimana dalam jangka waktu 15-20 detik terjadi 5-20 batuk beruntun biasanya diakhiri dengan keluarnya lender/muntah serta tidak ada kesempatan untuk bernafas diantara batuk-batuk tersebut. Tarikan nafas setelah batuk biasanya menimbulkan bunyi yang keras.
·         Stadium ketiga berupa stadium konvalessen. Batuk dapat berlangsung sampai beberapa bulan setelah permulaans akit. Beratnya penyakit bervariasi.
Sindrom respiratorik ringan yang disebabkan oleh Bordetella pertussis tidak mungkin dikenal atas dasar klinik saja. Kurang lebih 20% infeksi pertusis diperkirakan sebagai penyakit-penyakit atipik dan penderita-penderita ini berbahaya bagi orang lain. Komplikasi yg dapat mengikuti keadaan ini adalah pneumonia, encephalitis, hipertensi pada paru, dan infeksi bakterial yg mengikuti.
D.    Sifat biokimia
Isolasi primer B.pertussis memerlukan media kaya.Media Bordet-Gengou (agar kentang-darah-gliserol) yang mengandung penisilin G,0,5 mg/dl,dapat digunakan;namun media yang mengandung arang yang sejenis dengan yang digunakan untuk LegionellA pneumophila lebih baik.Dieramkan pada suhu 35-37°C selam 3-7 haripada lingkungan yang lembab (misalnay kantong plastic yang terisolasi ).Batang gram negative yang kecil bias dikenali dengan pengecatan  imunoflouresen.B.Pertussis tidak dapat bergerak.
Reagent FA dapat digunakan untuk menguji specimen hapusan nasofaring.Namun,terjadi positif palsu atau negative palsu:sensitifitasnya sekitar 50%.Uji FA sangat berguna untuk mendiagnosis B.perstussis B setelah pembiakan di media padat.
E.     Pengobatan
Pada saat ini, eritromisin merupakan obat pilihan. Pemberian antibiotika ini akan menyingkirkan kuman-kuman tersebut dari nasofaring dan karenanya dapat mempersingkat masa penularan/penyebaran kuman.
Selain eritromisin, tetrasiklin, kloramfenikol dan ampisilin juga bermanfaat. Cara pencegahan terbaik terhadap pertusis adalah dengan imunisasi dan dengan mencegah kontak langsung dengan penderita. Proteksi bayi terhadap pertusis dengan vaksinasi aktif adalah penting karena komplikasi-komplikasi berat serta morbiditas tertinggi terdapat pada usian ini.
Antibodi yang masuk melalui plasenta tidak cukup memberikan proteksi. Vaksin yang dipergunakan biasanya merupakan kombinasi toksoid difteri dan tetanus dengan vaksin pertusis (vaksin DPT). Imunitas yang diperoleh baik karena infeksi alamiah maupun karena imunisasi aktif, tidak berlangsung untuk seumur hidup.
Jika penyakit berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan bisa merangsang serangan batuk. Bisa pula dilakukan pengisapan lender dari tenggorokan. Pada kondisi yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang dimasukkan ke trakea. Untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah, dan bayi biasanya tidak dapat makan karena batuk, maka diberikan cairan melalui infus. Gizi yang baik sangat penting dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil namun sering.
F.     Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan cara mencegah kontak langsung dengan penderita dan dengan imunisasi. Dilakukan vaksinasi aktif pada bayi. Setiap bayi sebaiknya menerima 3 suntikan dari vaksin pertusis selama 1 tahun pertama diikuti serum tambahan sampai jumlah keseluruhan.







4.      Legionella pneumophilla
A.    Morfologi dan klasifikasi

[clip_image0023.jpg]
Klasifikasi
Kingdom         : Bacteria
Filum               : Proteobacteria
Kelas              : Gamma proteobacteria
Ordo                : Legionellales
Famili              : Legionellaceae
Genus              : Legionella
Spesies            : Legionella pneumophila

Legionella termasuk bakteri gram negative batang yang tidak meragi D-glukosa, dan juga tidak meragi nitrat menjadi nitrit. Koloni bakteri ini hidup subur menempel di pipa-pipa karet dan plastic yang berlumut dan tahan kaporit dengan konsentrasi klorin 26 mg/l. legionella dapat hidup pada suhu antara 5,7oC – 63oC dan tumbuh subur pada suhu 30oC – 45oC.
Bakteri ini termasuk bakteri aerobic dan tidak mampu menghidrolisis gelatin ataupun memproduksi urease. Bakteri ini juga termausk bakteri yang nonfermentatif. Bakteri ini juga tidak berpigmen dan tidak berautofluoresensi. Selain itu bakteri ini juga merupakan enzim yang mengkatalis proses redoks atau bisa juga disebut sebagai katalase positif dan menghasilkan beta-laktamase.
B.     Epidemiologi
Bakteri ini ditemukan secara alami di alam, biasanya di air. Bakteri ini tumbuh subur di air hangat, seperti di kolam air panas, menara pendingin, atau bagian dari system pendingin bangunan besar. Bakteri ini ditemukan di sungai dan juga kolam, keran air panas dan dingin, tangki air panas, dan juga tanah di lokasi penggalian.
C.    Patogenesis
Legionellosis yang disebabkan oleh Legionella pneumophila bisa menjadi penyakit pernafasan ringan atau dapat cukup parah untuk dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini bisa menjadi sangat serius dan menyebabkan kematian dari 5%-30% kasus yang ada. Dari 10%-40% orang dewasa yang sehat memiliki antibody menunjukkan paparan sebelumnya terhadap organism, namun hanya sebagian kecil yang memiliki riwayat pneumonia sebelumnya.
Pada manusia, legionella pneumophila menyerang dan replikasi di dalam bentuk makrofag. Internalisasi dari bakteri dapat ditingkatkan dengan adanya antibody dan system komplemen namun tidak mutlak diperlukan. Terdapat sebuah pseudopod koil di sekitar bakteri dalam bentuk fagositosis yang unik. Begitu diinternalisasi, bakteri mengelilingi diri dalam membrane vakuola yang terikat yang tidak bereaksidengan lisosom yang akan menurunkan bakteri. Dalam kompartemen yang terlindungi ini, bakteri akan berkembang biak. Bakteri menggunakan system sekresi tipe IV B yang dikenal sebagai ICM/Dot untuk menyuntikkan protein efektor ke dalam host. Efektor ini terlihat dalam meningkatkan kemampuan bakteri untuk bertahan hidup dalam sel inang. Tingkat bertahan hidup ditingkatkan oleh protein efektor (Ank protein) karena mereka mengganggu fusi dari legionella yang mengandung vakuola dengan degradasi inang endosom
D.    Sifat biokimia
Legionellae dapat dibiakkan pada media kompleks seperti ekstrak agar yeast-charcoal buffer (Buffer Carcoal-Yeast Extract/BCYE) dengan α-ketoglutarat,pada pH 6,9,temperatur 35ͦ C,dan kelembaban 90%.Bifasik medium BCYE dapat digunakan untuk kultur darah.Antibiotik dapat ditambahkan pada pembuatan medium selektif untuk legionella.Legionella tumbuh dengan lambat,koloni yang terlihat biasanya muncul pada hari ke-3 inkubasi,koloni yang muncul setelah inkubasi selama 1 malam bukan suatu legionella.Koloni melingkar rata pada seluruh tepi.Mereka beragam warnanya dari yang sedikit berwarna hingga merah muda menyala atau biru dan dari translusens hingga pekat.Keragaman morfologi koloni merupakan hal yang umum,dan koloni dengan cepat kehilangan warna dan kepekatannya.Beberapa generasi bakteri lain pada medium BCYE dan harus dibedakan dari legionella dan pewarnaan gran dan tes lan.
Legionella dalam biakan darah biasanya membutuhkan waktu 2 minggu ata lebih untuk tumbuh.Koloni dapat dilihat pada permukaan agar medium bisafik.
E.     Pengobatan
Legionella rentan terhadap eritromisin dan beberapa obat lain.Obat yang dipilih adalah eritromisin,yang bahkan efektif untuk pasien immunokompromis.Rifampin,10-20 mg/kg/hari,telah digunakan pada pasien yang menunjukkan penundaan respon terapi,bantuan ventilasi,serta penanganan syok adalah penting.
F.     Pencegahan
Pencegahan perkembangan bakteri legionella bisa dilakukan dengan cara minimal seminggu sekali dilakukan pemeriksaan penampungan air terhadap kerusakan fisik, bau dan zat organic serta keberadaan serbuk-serbuk yang mengandung legionella.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Infeksi saluran nafas juga disebabkan oleh beberapa bakteri yang masih kurang diisolasi di Indonesia, mungkin karena metode isolasi/diagnose yang belum sempurna, misalnya Legionella pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae, Haemophilus influenzae,Bordetella pertussis.
Penularan infeksi saluran nafas bias secara eksogen, melalui udara, dan bisa secara endogen yaitu secara hemotogen, atau limfogen dari focus infeksi di tempat lain. Faktor-faktor predesposisi terjadinya infeksi saluran nafas adalah antara lain :
5.      Faktor usia, dimana anak kecil dan orang tua lebih mudah menderita infeksi saluran nafas,
6.      Gangguan pertahanan tubuh, misalnya pada orang-orang dengan sistim imun yang tertekan atau pertahanan tubuh menurun
7.      Gangguan pada sekresi saluran nafas, misalnya pada sekresi sel epitel saluran nafas yang berlebih, misalnya pada penderita asma bronkhiale, atau adanya hambatan pengeluaran secret saluran nafas, misalnya bronkhoektasi,
8.      Orang-orang alkoholik dan pemakai obat terlarang.
B.     Saran
      Kami mengaharap dan menghimbau kepada para pembaca apabila ada kesalahan atau kekeliruan baik kata-kata atau penyusunan agar memberikan saran dan kritik yang bisa mengubah penulis kearah yang lebih baik dalam penulisan makalah selanjutnya.







Daftar Pustaka
1.      Staf pengajar FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara: Jakarta
2.      Brooks,geo F.Butel,anet S dan Morse,Stephen A.2005.Mikrobiologi kedokteran.Salemba Medika:Jakarta
3.      Johnson,Arthur G.Ziegler,Richard J dan hawley,Louse.2011.Mikrobilogi dan imunologi.Binarupa Aksara : Jakarta
4.      Wheller dan Volk. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : P.T. Gelora Aksara Pratama
5.      Lay, Bibiana. W, dan Hastowo Sugoyo 1992. MIKROBIOLOGI. Jakarta : CV Rajawali.
6.      Jawetz, E, J.L.Melnick & E.A.Adelberg.1986.Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan.Buku Kedokteran EGC : Jakarta
7.      Massi,dr Muh Nasrun,ph D.Madjid,dr baedah,sp Mk.2008.Mikrobiologi kedokteran.Fakultas kedokteran universitas hasanuddin : Makassar










Tidak ada komentar:

Posting Komentar