Rabu, 13 November 2013

BAB II Corona Virus


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Coronavirus berasal dari bahasa Yunani κορών yang berarti mahkota (corona). Dilihat di bawah mikroskop elektron, mahkota terlihat seperti tancapan paku-paku yang terbuat dari S glikoprotein. Struktur inilah yang terikat pada sel inang dan nantinya dapat menyebabkan virus dapat masuk ke dalam sel inang.
Coronavirus merupakan virus RNA besar yang terselubung. Coronavirus merupakan virus RNA strand positif terbesar. Coronavirus menginfeksi manusia dan hewan sebagai penyebab penyakit pernafasan dan saluran pencernaan. Coronavirus pada manusia menyebabkan batuk pilek dan telah dikaitkan dengan gastroenteritis pada bayi. Coronavirus pada hewan yang lebih rendah menimbulkan infeksi menetap pada inang alamiahnya. Virus manusia sukar untuk dibiakkan dan karena itu dicirikan dengan buruk.
Tipe baru dari coronavirus telah diidentifikasi sebagai penyebab penyakit gawat yang disebut SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). SARS coronavirus (SARS Co-V)secara resmi telah dideklarasikan oleh WHO sebagai agen causative penyebab SARS. SARS-CoV mempunyai patogenesis yang unik sebab mereka menyebabkan infeksi pernafasan paa bagian atas dan bawah sekaligus serta dapat menyebabkan gastroenteritis.



A.    Klasifikasi
Ordo          : Nidovirales
Familia      : Coronaviridae
Genus        : Coronavirus
Coronavirus penyebab SARS terletak pada Group IV ((+)ssRNA)
Tampaknya terdapat dua kelompok antigenik koronavirus manusia, yang diwakili oleh strain 229E dan OC43.
B.     Morfologi
1.      Struktur dan komposisi
Coronavirus merupakan partikel berselubung, berukuran 80-160 nm yang mengandung genom tak bersegmen dari RNA beruntai tunggal (27 – 30 kb; BM 5-6x106), genom terbesar di antara virus RNA. Nukleokapsid heliks berdiameter 9-11 nm. Terdapat tonjolan berbentuk gada atau daun bunga dengan panjang 20 nm yang berjarak lebar pada permukaan luar selubung, menyerupai korona matahari. Protein struktural virus meliputi protein nukleokapsid terfosforilasi 50-60K, glikoprotein 20-30K (E1) yang bertindak sebagai protein matriks yang tertanam dalam lapisan ganda lipid selubung dan berinteraksi dengan nukleokapsid, dan glikoprotein E2 (180-200K) yang membentuk peplomer berbentuk daun bunga. Beberapa virus mengandung glikoprotein ketiga (E3; 120-140K) yang menyebabkan hemaglutinasi dan mempunyai aktivitas asetilesterase.
2.      Genom
RNA beruntai tunggal linear tak bersegmen, protein stuktural virus meliputi protein nukleokapsid terfosforilasi dan mengandung dua glikoprotein (bertindak sebagai protein matriks yang teranam dalam lapisan ganda lipid selubung dan berinteraksi dengan nukleokapsid), dan satu fosfoprotein terselubung serta mengandung duri besar / daun bunga yang menyebabkan hemaglutirasi dan mempunyai aktivitas asetil esterase.
3.      Protein
Protein yang terdapat dalam coronavirus berupa S (spike) protein (150k), HE protein (65kD), M (membran) protein, E (envelope) protein (9-12kD), dan N (nucleocapsid) protein (60kD).
a.       S (spike) protein (150k)
S protein dapat mengikat asam salisilat (9-O-acetyl neuraminic acid) pada permukaan membrane sel inang dimana hal ini memberi kemampuan virus untuk hemagglutinasi. Antibodi yang melawan S protein dinetralisasi.
b.      HE protein (65kD)
Hanya terdapat pada coronavirus yang mempunyai protein hemagglutinin-esterase. Bentuk protein ini juga seperti paku (lebih kecil dari S protein) pada permukaan virus. Protein ini juga dapat mengikat asam salisilat. Aktivitas esterase dari HE protein dapat memecah asam salisilat dari rantai gula, yang dapa membantu virus untuk masuk dalam sel inang dan bereplikasi. Antibodi yang melawan HE protein juga akan dinetralisasi oleh virus.
c.       M (membran) protein
Protein ini membantu perlekatan nukleokapsid ke membran dari struktur internal seperti Badan Golgi dan tidak ditemukan pada membran plasma sel.
d.      E (envelope) protein (9-12kD)
Protein kecil ini juga terdapat pada membran virus. Pada sel yang terinfeksi, protein ini ditemukan di sekitar nucleus dan permukaan sel.
e.       N (nucleocapsid) protein (60kD)
Nukleokapsid protein mengikat genom RNA didahului dengan beberapa rangkaian dan menuju M protein pada permukaan dalam membrane virus. N protein merupakan protein terfosforilasi. Tidak seperti virus RNA lain, coronavirus tidak bergabung dengan RNA polymerase dalam partikel virus. Polymerase dibuat setelah infeksi dengan menggunakan genom RNA positif sebagai mRNA.
C.    Replikasi
Replikasi dari Coronavirus dimulai saat ia mengambil tempat dalam sitoplasma. Coronavirus melekat pada reseptor sel sasaran melalui duri glikoprotein pada selubung virus (melalui E2 atau E3). Coronavirus manusia dan tikus memakai reseptor yang tidak saling berhubungan. Reseptor untuk Coronavirus manusia adalah N aminopeptidase, sedangkan isoform majemuk dari antigen karsinoembrionik yang berkaitan dengan famili glikoprotein, bertindak sebagai reseptor untuk koronavirus tikus. Kemudian partikel diinternalisasi, kemungkinan melalui endositosis absorptif. Glikoprotein E2 dapat menyebabkan penyatuan selubung virus dengan selaput sel.
Peristiwa pertama setelah pelepasan selubung adalah sintesis polimerase RNA yang bergantung pada RNA spesifik virus yang merekam RNA komplementer (untai-minus) dengan panjang penuh. Hal ini bertindak sebagai cetakan untuk suatu set kumpulan dari 5-7 mRNA subgenomik. Dengan diterjemahkannya masing-masing mRNA subgenomik ke dalam polipeptida tunggal, prekursor poliprotein tidak lazim pada infeksi koronavirus. Kemungkinan RNA genomic menyandi suatu poliprotein besar yang diolah untuk menghasilkan polymerase RNA virus.
Molekul RNA genomik yang baru disintesis dalam sitoplasma berinteraksi dengan protein nukleokapsid membentuk nukleokapsid heliks. Nukleokapsid bertunas melalui selaput retikulum endoplasmik kasar dan apparatus Golgi pada daerah yang mengandung glikoprotein virus. Virus matang kemudian dibawa dalam vesikel ke bagian tepi sel cuntuk keluar atau menunggu hingga sel mati untuk dilepaskan. Virion tidak dibentuk melalui pertunasan pada selaput plasma. Sejumlah besar partikel dapat terlihat pada permukaan luar sel yang terinfeksi dan kemungkinan diadsorbsi setelah virion dilepaskan. Beberapa Coronavirus lebih sering menimbulkan infeksi sel yang menetap daripada sitosidal.
Gambar dari replikasi corona virus
D.    Mutasi Coronavirus 
Mutasi virus RNA, tidak hanya Coronavirus, biasanya terjadi pada saat proses replikasi RNA. Pada proses ini, RNA negatif disintesa dari RNA positif atau sebaliknya. Sintesa ini dilakukan oleh enzim RNA polimerase dan sekuen RNA yang disintesa adalah yang komplemen dengan templet.
Pada saat sintesa RNA ini, RNA polimerase terkadang salah baca sehingga yang terbentuk bukanlah sekuen yang komplemen dengan templat. Alhasil, sekuen yang terbentuk adalah yang sudah termutasi. 
Untuk virus DNA, dimana yang berperan adalah DNA polimerase, kesalahan yang sama juga terjadi. Tatapi kesalahan ini bisa diperbaiki, karena untuk replikasi DNA ada enzim exonuclease yang berfungsi sebagai “proof-reading” atau “error correction”. Artinya, kalau ada sekuen yang disintesa tidak komplemen dengan template, enzim exonulease ini akan membuang sekuen terebut, dan baru kemudian proses sintesa jalan kembali. 
Perbedaan inilah sebenarnya yang menyebabkan virus RNA, yang di dalamnya termasuk Coronavirus, bermutasi jauh lebih cepat daripada virus DNA. 
Nah sejauh mana Coronavirus yang diduga sebagai penyebab SARS ini bermutasi? Hasil analisa tim dari The Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat, menunjukan bahwa gen protein dari protein-protein yang membentuk tubuh Coronavirus penyebab SARS jauh berbeda dengan Coronavirus yang diketahui selama ini, baik dibandingkan dengan virus yang menginfeksi manusia maupun binatang. 
Berdasarkan antigennya Coronavirus dibagi atas tiga kelompok. Lebih terperinci lagi, hasil analisa gen dan asam amino pembentuk protein N, protein S, dan protein M menunjukan bahwa Coronavirus SARS terpisah dari ketiga kelompok ini. Artinya, Coronavirus yang menjadi penyebab SARS adalah jenis Coronavirus yang baru yang merupakan hasil dari mutasi. Dan virus ini diberi nama virus SARS.


E.     Penyakit yang ditimbulkan
Penyakit pernafasan dan batuk pilek, infeksi Gastrointestinal akut, penyakit Neurologik susunan syaraf pada hewan. Pada makalah ini, akan lebih dibahas mengenai SARS Coronavirus.
1.      Gejala dari SARS
Mula-mula gejalanya mirip seperti flu dan bisa mencakup: demam, myalgia, lethargy, gejala gastrointestinal, batuk, radang tenggorokan dan gejala non-spesifik lainnya. Satu-satunya gejala yang sering dialami seluruh pasien adalah demam di atas 38 °C (100.4 °F). Sesak napas bisa terjadi kemudian.
Gejala tersebut biasanya muncul 2–10 hari setelah terekspos, tetapi sampai 13 hari juga pernah dilaporkan terjadi. Pada kebanyakan kasus gejala biasanya muncul antara 2–3 hari. Sekitar 10–20% kasus membutuhkan ventilasi mekanis.
Awalnya tanda jasmani tidak begitu kelihatan dan mungkin tidak ada. Beberapa pasien akan mengalami tachypnea dan crackle pada auscultation. Kemudian, tachypnea dan lethargy kelihatan jelas.
Kemunculan SARS pada Sinar X di dada (CXR) bermacam-macam bentuknya. Kemunculan patognomonic SARS tidak kelihatan tetapi biasanya dapat dirasakan dengan munculnya lubang di beberapa bagian di paru-paru. Hasil CXR awalnya mungkin lebih kelihatan. Jumlah sel darah putih dan platelet cenderung rendah. Laporan awal mengindikasikan jumlah neutrophilia dan lymphopenia yang cenderung relatif, disebut demikian karena angka total sel darah putih cenderung rendah. Hasil laboaratorium lainnya seperti naiknya kadar lactat dehydrogenase, creatinine kinase dan C-Reactive protein.
2.      Penularan SARS
a)      melalui kontak langsung dengan penderita SARS
b)      melalui udara yang telah tercemar coronavirus
3.      pencegahan
a)      Lakukan identifikasi segera terhadap semua penderita suspect dan probable sesuai dengan definisi kasus menurut WHO.
Setiap orang sakit yang datang ke fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas, Klinik di Bandara dan lain-lain) yang akan dinilai terhadap kemungkinan menderita SARS dimasukkan ke ruang triage dan disini segera dilakukan pemisahan untuk mengurangi risiko penularan. Untuk penderita yang masuk katagori probable segera dipasangi masker, sebaiknya masker yang dapat menyaring udara ekspirasi untuk mencegah percikan ludah keudara.
Petugas triage harus memakai masker penutup muka (face mask jenis N/R/P 95/99/100 atau FFP 2/3 atau sejenis dan memenuhi standar yang ditetapkan) yang dapat melindungi mata dari percikan. Petugas hendaknya selalu mencuci tangan dengan air mengalir sesuai dengan prosedur sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, setelah melakukan kegiatan yang diduga dapat menyebabkan kontaminasi, dan setelah melepaskan sarung tangan.
Sarung tangan yang tercemar, stethoscope dan peralatan lain harus ditangani dengan benar, dicuci dengan disinfektan untuk mencegah penularan. Disinfektan seperti larutan bahan pemutih (fresh bleach solution) dalam konsentrasi yang cukup harus selalu tersedia.
b)      Lakukan tindakan isolasi terhadap kasus probable.
Setiap penderita probable harus segera diisolasi dan dirawat dengan cara dan fasilitas dengan urut-urutan preferensi sebagai berikut : diisolasi diruangan bertekanan negatif dengan pintu yang selalu ditutup, kamar tersendiri dengan kamar mandi sendiri, ditempatkan dalam ruangan kohort pada daerah dengan ventilasi udara tersendiri dan memiliki sistem pembuangan udara (exhaust system) serta kamar mandi sendiri. Apabila tidak tersedia sistem supply udara tersendiri, maka semua AC (mesin pendingin udara) dimatikan dan jendela dibuka untuk mendapakan ventilasi udara yang baik (catatan : jendela harus yang tidak mengarah ketempat umum).
Prosedur kewaspadaan universal untuk mencegah infeksi harus diterapkan dengan ketat sekali terhadap kemungkinan terjadinya penyebaran melalui udara, melalui percikan dan kontak langsung.
Seluruh staf medis dan tenaga pembantu harus dilatih tentang cara-cara pencegahan infeksi dan cara-cara penggunaan Personal Protective Equipment (PPE) alat-alat perlingdungan diri berikut ini :
a.       Pengunaan penutup muka/face mask untuk melingdungi penularan melalui saluran pernafasan. Jenis face mask yang dianjurkan adalah NRP 95/99/100 atau FFP 2/3 atau jenis yang sama sesuai dengan standar nasional negara yang bersangkutan.Penggunaan sepasang sarung tangan
b.      Penggunaan pelindung mata
c.       Penggunaan jas sekali pakai
d.      Penggunaan jas sekali pakai
e.       Penggunaan apron
f.       Alas kaki yang dapat didekontaminasi
Pada waktu merawat dan mengobati penderita SARS sedapat mungkin digunakan peralatan dan bahan-bahan sekali pakai (disposable) dan setelah dipakai bahan atau peralatan tersebut dibuang sebagaimana mestinya.
Apabila peralatan yang telah digunakan akan dipakai lagi, hendaknya disterilkan terlebih dahulu sesuai dengan petunjuk dari pabrik pembuatnya. Alat-alat tersebut hendaknya dibersihkan dengan disinfektan yang mempunyai efek antiviral.
Hindari pemindahan penderita SARS dari ruang isolasi ketempat lain. Kalau penderita SARS ini karena sesuatu dan lain hal harus dipindahkan ketempat lain penderita harus diberi cungkup muka (face mask).
Visite dibatasi seminimal mungkin dan petugas harus menggunakan pakaian pelindung (PPE = Personal Preventive Equipment) dengan supervisi yang ketat. Mencuci tangan mutlak harus dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, sesudah melakukan kegiatan yang memungkinkan terjadi kontaminasi, sesudah melepaskan sarung tangan. Oleh karena itu harus tersedia fasilitas air bersih yang mengalir dalam jumlah yang memadai. Untuk disinfeksi cukup digunakan alkohol apabila tidak ada riwayat kontak dengan bahan-bahan organik yang infeksius.
Perhatian khusus harus diberikan kepada petugas apabila melakukan tindakan-tindakan seperti pada pemberian fisioterapi thorax, pada tindakan bronkoskopi atau gastroskopi, nebulizer dan tindakan-tindakan lain pada saluran pernafasan serta tindakan yang menempatkan petugas kesehatan kontak sangat dekat dengan penderita dan dengan sekret infeksius, sehingga kemungkinan tertular sangat besar.
Seluruh instrumen tajam harus ditangani dengan tepat dan ketat. Linen penderita harus dikemas ditempat oleh petugas, ditempatkan didalam kantong khusus (biohazard bags) sebelum dikirim ke laundry/binatu.
c)      Pelacakan terhadap kontak (contact persons) : yang disebut kontak secara epidemiologis adalah mereka yang merawat dan atau tinggal dengan atau mereka yang kontak dengan sekret saluran nafas, cairan tubuh atau tinja penderita suspect atau probable SARS.
Pelacakan kontak harus dilakukan secara sistematis. Periode waktu seseorang dianggap sebagai kontak harus disepakati terlebih dahulu. Kesepakatan ini menyangkut berapa harikah sebelum timbul gejala seseorang dianggap sebagai kontak apabila mereka terpajan dengan penderita suspect atau probable SARS
4.      Pengobatan SARS
Antibiotik tidak efektif sebagai SARS adalah penyakit virus dan para CDC merekomendasikan bahwa pasien dengan SARS menerima perlakuan yang sama yang akan digunakan untuk pasien dengan setiap serius diperoleh masyarakat pneumonia atipikal.
Pengobatan SARS sejauh ini telah sebagian besar mendukung dengan antipyretics, tambahan oksigen dan ventilasi dukungan yang diperlukan - bersama dengan lengkap penghalang untuk diperlukan setiap kontak dengan pasien






Tidak ada komentar:

Posting Komentar