Makalah Bakteriologi
Staphylococcus aureus
Di susun oleh :
Kelompok V
Nurlia
Wannahri Iriansyah
A.Nurhikmah
Siti Umrah
Program Studi DIII
Analis Kesehatan
Stikes Mega Rezky
Makassar
Tahun Ajaran
2011/2012
KATA PENGANTAR
Bismillahi Rahmani Rahim
Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah dengan judul “Staphylococcus Aureus “ dapat di
selesaikan tepat waktu.
Pada
penulisan makalah ini,penulis telah berusaha semaksimal mungkin namun mengingat
kodrat manusia sebagai manusia biasa tidak menutup kemungkinan adanya
kekurangan-kekurangan yang membutuhkan koreksi dan penyempurnaan dari berbagai
pihak.
Selanjutnya
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Rustam S,Si.M,Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah
Bakteriologi (T)
2. Semua pihak yang
telah memberikan sumbangsihnya.
Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Saran dn kritik
sangat kami harapkan demi perbaikan dalam pembuatan makalah,baik yang sekarang
maupun yang akan datang.
PENYUSUN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
B.
Tujuan penulisan
makalah
BAB II :
ISI
A.
Pengertian
B.
Morfologi dan identifikasi
C. Klasifikasi Staphylococcus aureus
D.
Struktur sel
E.
Daur hidup
F.
Epidemologi
G.
Patogenesis
H.
Analisa
Laboratorium
BAB
III : PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2
μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah
anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak (Gambar
2.1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi
membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada
perbenihan padat
berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar,
halus, menonjol,
dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.
aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan
dalam virulensi
bakteri (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000).
Gambar 1 Bentuk mikroskopis S. aureus (Wikipedia,
2006)
B. Tujuan Penulisan Makalah
1.
Untuk mengetahui
klasifikasi dari bakteri staphylococcus aureus
2.
Untuk mengetahui struktur
sel dari bakteri staphylococcus aureus
3.
Untuk mengetahui
patogenesis dari bakteri staphylococcus aureus
4.
Untuk mengetahui
identifikasi dari bakteri staphylococcus aureus
BAB II
ISI
Staphylococcus aureus
|
||||||||||||||||
|
||||||||||||||||
A. Pengertian
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak
menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S.
aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu
pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit.
Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada
individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan
sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah
karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan
menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi
imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi,
diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthrititsSebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah,
oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O
dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas
karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di
sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.
B.
Morfologi dan identifikasi
Bakteri Staphylococcus
berbentuk bulat menyerupai bentuk buah anggur yang tersusun rapi dan tidak
teratur satu sama lain. Sifat dari bakteri ini umumnya sama dengan bakteri
coccus yang lain yaitu :
1. Berbentuk bulat
dengan diameter kira-kira 0,5 – 1,5 µm.
2. Warna koloni putih susu atau agak krem
3. Tersusun dalam kelompok secara tidak beraturan.
4. Bersifat fakultatif anaerobic
5. Pada umumnya tidak memiliki kapsul
6.
Bakteri ini juga
termasuk juga bakteri nonsporogenous (tidak berspora)
7. Sel-selnya bersifat positif-Gram, dan tidak aktif melakukan
pergerakan (non motile)
8. Bersifat pathogen dan menyebabkan lesi local yang
oportunistik
9. Menghasilkan katalase
10. Tahan terhadap
pengeringan, panas dan Sodium Khlorida (NaCl) 9 %
11.
Pertumbuhannya
dapat dihambat dengan cepat oleh bahan kimia tertentu seperti Hexachlorophene
3%.
12. Sebagian besar adalah saprofit yang hidup di alam bebas,
namun habibat
Alamiahnya adalah pada permukaan epitel golongan primate/mamalia.
Bakteri yang memiliki genus Staphylococcus ini mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
Alamiahnya adalah pada permukaan epitel golongan primate/mamalia.
Bakteri yang memiliki genus Staphylococcus ini mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
• warna koloni putih susu atau agak krem,
• bentuk koloni bulat, tepian timbul,
• sel bentuk bola, diameter 0,5-1,5 um,
• terjadi satu demi satu, berpasangan, dan dalam kelompok tidak teratur,
Menurut Holt et al, (1994), bakteri Staphylococcus sp. Gram +, tidak berspora, tidak motil, fakultatif anaerob, kemoorganotrofik, metil red positif, tumbuh optimum pada suhu 30-370C dan tumbuh baik pada NaCl 1-7%, dengan dua pernapasan dan metabolisme fermentatif. Koloni biasanya buram, bisa putih atau krem dan kadang-kadang kuning keorangeorangean. Bakteri ini katalase positif dan oksidase negatif, sering mengubah nitrat menjadi nitrit, rentan lisis oleh lisostafin tapi tidak oleh lisozim.
Suhu Optimum pertumbuhan 35-37oC
Suhu Minimum pertumbuhan 10oC
Suhu Maksimum pertumbuhan 42oC
Suhu Lethal 62oC 30-60 menit
Suhu Lethal 72oC 15 menit
A.
Ciri khas organisme : staphylococcos adalah sel yang berbentuk bola dengan diameter 1µm yang tersusun dalam
bentuk kluster yang tidak teratur,kokus tunggal,berpasangan,tetrad dan
berbentuk rantai juga tampak dalam biakan cair.staphylococcus bersifat non
motil dan tidak membentuk spora.Di bawah pengaruh obat seperti penisilin,staphylococcus mengalami lisis.
Spesies mikrococcus sering kali mirip
staphylococcus.mereka hidup bebas di lingkungan dan memebentuk kumpulan yang
teratur terdiri atas 4 atau 8 kokus.Koloninya berwarna kuning,merah atau
orange.
B.
Biakan : Staphylococcus tumbuh dengan baikpada
berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik.tumbuh
dengan cepat pada temperatur 37ºC namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah
pada temperatur kamar 20-35ºC.Koloni pada media yang padat berbentuk
bulat,lembu dan mengkilat.S.aureus biasanya membentuk koloni abu-abu hingga
kuning emas.Tidak ada pigmen yang di hasilkan secara anaerobik atau pada media
cair.berbagai macam tingkat hemolisis di hasilkan oleh S.aureus dan kadang-kadang oleh spesies lain.
C.
Karakteristik Pertumbuhan : Staphylococcus menghasilkan katalase,yang membedakannya dengan streptococcus.staphylococcus memfermentasi karbohidrat
menghasilkan asam laktat dan tidak menghasilkan gas.Aktivitas proteolitik
bervariasi dari 1 jalur k jalur yang lain.Staphylococcus
yang patogenik menghasilkan beberapa produk ekstra seluler.
Staphylococcus sensitif terhadap beberapa
obat antimikroba.resistansinya di kelompokkan dalam beberapa golongan:
1.
Biasanya
menghasilkan enzim beta laktamase,yang berada di bawah kontrol plasmid,dan
membuat organisme resisten terhadap beberapa penisilin.
2.
Galur S.aureus yang mempunyai tingkat
kerentanan menengah terhadap vankomisin(kadar jhambat minimum 4-8 mg/mL),telah
di isolasi di jepang,AS dan beberapa negara lain dan ini sangat mendapat
perhatian dari pada klinisi.S.aureus pada umumnya di isolasi dari pasien yang menderita
infeksi kompleks yang mendapat terapi vankomisin jangka panjang.Sering terdapat
kegagalan terapi dengan vankomisin.Mekanisme resistensi berkaitan dengan
peningkatan sinteris dinding sel dan perubahan dalam dinding sel serta bukan di
sebabkan oleh gen van seperti yang di
temukan pada enterococcus.Galur S.aureus
dengan tingkat kerentanan menengah terhadap vankomisin biasanya resisten
terhadap nafsilin tetapi pada umumnya rentan terhadap oxazolidinon dan terhadap
quinupristin/dalfopristin.
3.
Plasmid juga dapat
membawa gen untuk resistensi terhadap tetrasiklin,eritromisin,aminoglikosida
dan obat-obat lainnya.hanya pada beberapa galur staphylococcus masih peka
terhadap vankomisin.
4.
Akibat sifat
toleran berdampak bahwa staphylocaccus di hambat ole obat teapi tidak di bunuh
oileh obat tersebut misalnya terdapat perbedaan yang besar antara KHM(Kadar
Hambat Minimal) dan KBM(Kadar Bunuh Minimal)dari obat antimikroba.pasien dengan
endokarditis yang di sebabkan oleh S.aureus
yang toleran dapat mengalami perjalanan penyakit yang lama di bandingkan dengan
pasien yang mengalami endokarditis yang di sebabkan oleh S.aureus yang sepenuhnya rentan terhadap antimikroba.Toleransi
suatu zat dapat di hubungkan dengan kurangnya aktivitas enzi autolitik di dalam
dinding sel.
D.
Variasi : Biakan Staphylococcus mengandung beberapa
bakteri dengan karakter yang berbeda dalam sebagian besar populasi,misalnya
ukuran koloni,pigmen dan hemolisis,kompeleksitas kerja enzim,resistansi obat
dan dalam hal patogenitas.Invitro,ciri khas inio di pengaruhi oleh
kondisi-kondisi pertumbuhan:jika S.aureus
yang resisrtan terhadap nafsilin di inkubasi pada agar darah suhu 37ºC,1 dari
107 organisme menjadi resistan terhadap nafsilin:jika di inkubasi
pada suhu 30ºC pada agar yang mengandung NaCl 2-5% 1 dalam 103
organisme menjadi resistan terhadap nafsilin.
C. Klasifikasi
staphylococcus aureus
1. Berdasarkan
morfologi
Bentuknya bulat(kokus) atau
lonjong (0,8 sampai 0,9), jenis yang tidak bergerak, tidak berspora dan gram
positif. Tersusun dalam
kelompok seperti buah anggur. Pembentukan kelompok ini terjadi karena
pembelahan sel terjadi dalam tiga bidang dan sel anaknya cenderung dekat dengan
sel induknya. Bersifat aerob dan tumbuh baik pada pembenihan yang sederhana
pada temperatur optimum 37oC dan pH 7,4. Merupakan salah satu
bakteri yang cukup kebal diantara mikroorganisme yang tidak berspora tahan
panas pada suhu 60oC selama 30 menit, tahan terhadap fenol selama 15
menit.
2. Berdasarkan filogenik (garis
keturunan)
Scientific
Classificatin
Domain
:
Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : S. aureus
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : S. aureus
3.
Berdasarkan sifat
pewarnaan
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang
menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerobfakultatif, tidak menghasilkanspora dan tidak motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok,dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm.S. aureus tumbuhdengan optimum pada suhu
37oC dengan waktu pembelahan0,47 jam.
S.
aureusmerupakanmikroflora normalmanusia.Bakteri
ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit.Keberadaan S. aureus
padasaluran
pernafasan atas dan kulit pada individu jarangmenyebabkan penyakit, individu
sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi
ketikaresistensi inang melemah karena adanya perubahan hormon;adanya penyakit,
luka, atau perlakuan menggunakansteroid atau
obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang
4. Berdasarkan aktivitas metabolisme
1.
Kebutuhan akan O2
Staphylococcus aureus
tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah suasana aerobic atau microaerofilik.Koloni akan tumbuh dengan
cepat pada temperatur 37ºC namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada
temperatur kamar (20ºC-35ºC) koloni pada media padat akan berbentuk
bulat,lembut dan mengkilat.
Pada pembenihan cair menyebabkan
kekeruhan yang merata tidak membentuk pigmen.pada nutrien agar setelah di
inkubasi selama 24 jam kolonin berpigmen kuning emas,ukuran 2-4mm,bulat,cembung
tapi rata.pada agar darah atau media BAP sekeliling koloni akan terlihat zona
beta hemolisa (zona jernih) yang lebar.
2.
Produksi toksin dan enzim
Staphylococcus
aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuan berkembang biak dan
menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat
ekstraseluler.beberapa zat ini adalah enzim.sedangkan yang lain di duga
toksin,meskipun berfungsi sebagai enzim kebanyakan toksin berada di bawah
pengendalian genetik plasmid atau DNA yang berbentuk cekuler yang terdapat
dalam kromosom.
Hemolisa:Staphylococcus aureus
dapat di bedakan menjadi 3 hemolisa yang di sebut alfa,beta dan gama.Semua
hemolisa ini antigennya berbeda.Hemolisa alfa dapat menyebabkan hemolisis sel
darah merah kelinci dan domba dengan cepat,hemolisa alfa di sebabkan oleh jenis
koagulase positif dan penting pada
patogenesis infeksi pada manusia.
Koagulase:Staphylococcus aureus menghasilkan
koagulase suatu protein yang mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang
telah di beri oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat
pada banyak serum.Faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk menghasilkan
enterase dan menyebabkan aktivitas pembekuan.Koagulase dapat mengendapakan
fibrin pada permukaan Staphylococcus.Staphylococcus aureus membentuk
koagulase positif di anggap mempunyai potensi menjadi patogen invasive.
Katalase:Staphylococcus menghasilkan katalase
yang mengubah hydrogen peroksida (H2O2)
menjadi air dan oksigen.tes katalase membedakan Staphylococcus positif dari Streptococcus
yang negatif.
D.
Struktur sel
Staphylococcus
aureus merupakan bakteri Gram-positif, tidak bergerak, tidak berspora dan
mampu membentuk kapsul, berbentuk
kokus dan tersusun seperti buah anggur. Ukuran
Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila
ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. S. aureus mempunyai dinding sel yang terdiri dari
peptidoglikan, asam teikoik, fibronectin binding protein, clumping
factors dan collagen binding protein.
Komponen
utama dinding sel adalah peptidoglikan yang menyusun hampir 50% dari berat
dinding sel. Peptidoglikan tersusun dari polimer polisakarida (asam
N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik), polipeptida (L-Ala, D-Glu, L-Lys,
D-Ala, D-ala) dan sebuah jembatan pentaglisin. Melalui katalisis transpeptidase
oleh Penicillin-Binding Protein (PBP), setiap peptidoglikan akan saling
berikatan dengan peptidoglikan lainnya dengan cara merubah rantai alanin agar
berikatan dengan jembatan pentaglisin dari peptidoglikan lainnya. Proses
menghasilkan suatu struktur dinding sel yang padat. Beberapa enzim juga
dihasilkan oleh S.aureus, diantaranya koagulase, clumping factor,
hialuronidase dan b-laktamase.
Dinding
sel S. Aureus juga mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40%
dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen
dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob
dan anaerob fakultatif yang mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan
enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus
aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah
merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin
alfa, beta, gamma,
delta dan epsilon.
Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan
eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi
saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh
akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan
tanda-tanda kulit terkena luka bakar.
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus
adalah 35o – 37o C dengan suhu minimum 6,7o C
dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 –
9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya
mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya.
Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir
pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini juga
membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino,
yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin,
prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media
sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein.
Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat
memproduksi berbagai toksin, diantaranya :
·
Eksotoksin-a yang sangat beracun.
·
Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin,
yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah.
·
Toksin F dan S, yang merupakan protein
eksoseluler dan bersifat leukistik.
·
Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat
memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran
bakteri ke seluruh tubuh.
·
Grup enterotoksin yang terdiri dari protein
sederhana.
Staphylococcus
aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran
pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan
tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini
juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan
saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat
menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis,
osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan.
Foto dari mikroskop elektron (Scanning electron
microscope) dari Staphylococcus aureus.
S.aureus
sudah dikenal sebagai penyebab infeksi sejak tahun 1882 oleh Ogston.
Mikroorganisme ini merupakan flora yang juga ditemukan pada area perianal,
inguinal, aksila dan hidung (nares anterior). Sekitar 11-32% individu sehat
mempunyai mikroorganisme ini dan 25% ditemukan pada tenaga kesehatan rumah
sakit. Persentase tersebut lebih tinggi lagi pada pengguna obat suntik, pasien
dengan masalah kulit dan pengguna infus. Individu-individu karier yang terpapar
ini mempunyai makna klinis karena berresiko lebih tinggi terjadi infeksi
dibandingkan bukan karier.
Kuman Stafilokokus mengandung polisakarida dan protein yang
bersifatantigenik. Bahan-bahan ekstraseluler yang dibuat oleh kuman ini
kebanyakan jugabersifat antigenik (Arif et al, 2000).Polisakarida yang
ditemukan pada jenis virulen disebut polisakarida A, danyang ditemukan pada
jenis yang tidak patogen disebut polisakarida B. Polisakarida Amerupakan
komponen dinding sel yang dapat dipindahkan dengan memakai asamkompleks
peptidoglikan asam teikhoat dan dapat menghambat fagositose.Bakteriofage
terutama menyerang bagian ini (Arif et al, 2000).
8Antigen
protein A terletak di luar antigen polisakarida, kedua-duanyabersama-sama
membentuk dinding sel kuman
Struktur antigen dari Staphylococcus
terdiri atas :
1)
Peptidoglikan
2)
Asam teikhoik.
3)
Protein A
4)
Kapsul
5)
Enzim dan Toksin-toksin yang ada
pada Staphylococcus aureus
1. Peptidoglikan
Peptidoglikan
(murein) adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula
turunan yaitu asam-N-asetil
glukosamin serta asam-N-asetil muramat
yang dihubungkan ikatan β-1,4, dan sebuah rantai peptida pendek yang contohnya
terdiri dari asam amino l-alanin, d-alanin, d-asam
glutamat, dan baik l-lisin
atau asam diaminopimelik
(DAP)-asam amino langka yang hanya ditemukan pada dinding sel prokariot.[1][2]
Peptidoglikan adalah komponen utama dinding
sel
bakteri
yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel
serta menentukan bentuknya. [1]
Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang menyelimuti sel yang
tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama lain dan
dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino. [2]
Peptidoglikan hanya ditemukan pada
spesies bakteri,
contohnya Staphylococcus aureus,
namun tidak semua bakteri memiliki DAP pada peptidoglikannya. Peptidoglikan
ditemukan baik pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, tetapi
dengan struktur yang sedikit berbeda. Bakteri gram positif memiliki dinding sel
yang tersusun dari lapisan peptidoglikan yang lebih tebal, sedangkan bakteri
gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai
struktur lipopolisakarida
yang tebal. Metode yang digunakan untuk membedakan kedua jenis kelompok bakteri
ini dikembangkan oleh ilmuwan Denmark, Hans Christian Gram
pada tahun 1884. Terdapat lebih dari 100 jenis peptidoglikan yang berbeda yang
telah diketahui.
2. Protein A
Letak protein A ada pada dinding
sel S. aureus dan dapat mengganggu sistem imun inang
dengan mengikat antibodi immunoglobin G
.
3. Kapsul
Kapsul melindungi bakteria dengan cara mencegah fagositosis bakteri terhadap leukosit polimorfonuklear (PMN). Mikrokapsul polisakarida pada beberapa strain Staphylococcus aureus berperan sebagai antifagosit (Carter dan Wise, 2004). Kapsul merupakan lapisan terluar dinding sel Staphylococcus aureus yang diselubungi oleh kapsula polisakarida. Sebelas serotype kapsular Staphylococcus aureus diidentifikasi Staphylococcus auerus, dengan serotype 5 dan 8 yang mayoritas sebagai penyebab infeksi. Kapsul Staphylococcus aureus berfungsi mencegah fagosit berinteraksi dengan determinan subkapsular bakteri, sehingga tidak terjadi penelana oleh fagosit. Kapsul juga tidak mengikat komplemen, akibatnya komplemen tidak dapat berinteraksi dengan reseptor C-3 pada fagosit .Polisakarida pada Staphylococcus aureus biasa disebut dengan mikrokapsul karena hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop electron, tidak seperti kapsul bakteri pada umumnya yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Strain Staphylococcus aureus yang diisolasi dari kasus infeksi menunjukkan peningkatan ekspresi polisakarida tetapi secara cepat akan kehilangan kemampuan antigenesitasnya bila dikultur
Kapsul melindungi bakteria dengan cara mencegah fagositosis bakteri terhadap leukosit polimorfonuklear (PMN). Mikrokapsul polisakarida pada beberapa strain Staphylococcus aureus berperan sebagai antifagosit (Carter dan Wise, 2004). Kapsul merupakan lapisan terluar dinding sel Staphylococcus aureus yang diselubungi oleh kapsula polisakarida. Sebelas serotype kapsular Staphylococcus aureus diidentifikasi Staphylococcus auerus, dengan serotype 5 dan 8 yang mayoritas sebagai penyebab infeksi. Kapsul Staphylococcus aureus berfungsi mencegah fagosit berinteraksi dengan determinan subkapsular bakteri, sehingga tidak terjadi penelana oleh fagosit. Kapsul juga tidak mengikat komplemen, akibatnya komplemen tidak dapat berinteraksi dengan reseptor C-3 pada fagosit .Polisakarida pada Staphylococcus aureus biasa disebut dengan mikrokapsul karena hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop electron, tidak seperti kapsul bakteri pada umumnya yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Strain Staphylococcus aureus yang diisolasi dari kasus infeksi menunjukkan peningkatan ekspresi polisakarida tetapi secara cepat akan kehilangan kemampuan antigenesitasnya bila dikultur
4. Enzim dan Toksin-toksin
Staphylococcus aureus
dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuan berkembang biak dan menyebar luas
dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler.beberapa zat
ini adalah enzim.sedangkan yang lain di duga toksin,meskipun berfungsi sebagai
enzim kebanyakan toksin berada di bawah pengendalian genetik plasmid atau DNA
yang berbentuk cekuler yang terdapat dalam kromosom.
Hemolisa:Staphylococcus aureus
dapat di bedakan menjadi 3 hemolisa yang di sebut alfa,beta dan gama.Semua
hemolisa ini antigennya berbeda.Hemolisa alfa dapat menyebabkan hemolisis sel
darah merah kelinci dan domba dengan cepat,hemolisa alfa di sebabkan oleh jenis
koagulase positif dan penting pada
patogenesis infeksi pada manusia.
Koagulase:Staphylococcus aureus
menghasilkan koagulase suatu protein yang mirip enzim yang dapat menggumpalkan
plasma yang telah di beri oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang
terdapat pada banyak serum.Faktor serum bereaksi dengan koagulase untuk
menghasilkan enterase dan menyebabkan aktivitas pembekuan.Koagulase dapat
mengendapakan fibrin pada permukaan Staphylococcus.Staphylococcus aureus membentuk
koagulase positif di anggap mempunyai potensi menjadi patogen invasive.
Katalase:Staphylococcus menghasilkan katalase yang mengubah hydrogen peroksida (H2O2)
menjadi air dan oksigen.tes katalase membedakan Staphylococcus positif dari Streptococcus
yang negatif.
E.
Daur Hidup
ket : MRSA : Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
PVL : Panton-Valentine Leukocidin
PMN : Polymorphonuclear leukocytes, or granulocyte;
Polymorphonuclear neutrophil
MRSA terdiri dari 2 bagian, yaitu
lukS-PV dan lukF-PV yang keduanya mengandung PVL. PVL dimediasi oleh nekrosis
sel epitel.
Pada sel
bakteri terdapat lapisan yang mengandung PMN. Kemudian PVL menempel pada
lapisan terluar bakteri yang bisa mengakibatkan 2 kejadian, yaitu : jika
kandungan PVL kecil, sel tersebut akan mengalami apositosis ; sedangkan bila
kandungan PVL besar, sel akan mengalami sitolisis. Jika mengalami sitolisis,
mediator inflamasi atau ROS dirilis untuk membuat PVL menjadi lisis yang mengarah ke jaringan
nekrosis
F.
Epidemiologi
Staphylococcus aureus
dapat menyebabkan penyakit dengan produksi toksin preformed maupun oleh
menginfeksi baik jaringan lokal dan sirkulasi sistemik. Penularan penyakit
dapat terjadi pada bagian-bagian di bawah ini.
·
Gastrointestinal: Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan infeksi akut keracunan makanan melalui preformed
enterotoxins. Bahan makanan mungkin terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus
aureus yang terdapat pada produk daging, unggas, produk telur, salad
seperti telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni, krim pengisi roti, kue pai,
kue sus coklat, dan produk susu.
·
Infeksi kulit dan rambut: Staphylococcus
aureus umumnya hidup berkoloni pada permukaan kulit nasofaring, dan
perineum. Infeksi di permukaan ini dapat terjadi terutama bila penghalang kulit
mengalami gangguan fungsi atau kerusakan.
·
Infeksi
sistemik: Staphylococcus aureus pada umumnya
menyebabkan infeksi endokarditis pada penderita osteomyelitis, penderita
infeksi sinus, dan penderita epiglotitis (biasanya anak-anak).
·
Infeksi
nosokomial: resisten methicillin Staphylococcus
staphylococcal (MRSA) adalah strain bakteri yang umumnya terlibat dalam infeksi
nosokomial . Faktor risiko untuk kolonisasi MRSA atau infeksi yang terjadi di
rumah sakit antara lain sebelum paparan antibiotik, saat masuk ke unit
perawatan intensif, insisi bedah, maupun paparan pasien yang terinfeksi.
G. Patogenesis
Umumnya
dapat menimbulkan penyakit pembekakan (abces) seperti :
1) Jerawat
2) Periapikal Abces
3) Infeksi saluran kemih (primer)
4) Infeksi ginjal (sekunder)
5) Infeksi kulit
Kemampuan patogenik dari
galur Staphylococcus aureus adalah pengaruh gabungan antara faktor
ekstraseluler dan toksin bersama dengan sifat daya sebar invasif. Pada satu
sisi semata-mata diakibatkan oleh ingesti enterotoksin dan pada sisi lain
adalah bakteremia dan penyebaran abses pada berbagai organ. Peranan sebagai
bahan ekstraseluler pada patogenesis berasal dari sifat masing-masing bahan
tersebut.
Staphylococcus
aureus yang patogenik dan hanya bersifat invasif menghasilkan koagulase dan
cenderung untuk menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik. Staphylococcus
aureus yang nonpatogenik dan tidak bersifat invasif seperti Staphylococcus
epidermidis adalah koagulase negatif dan cenderung nonhemolitik. Organisme
semacam itu jarang menyebabkan supurasi tetapi dapat menginfeksi proteosa di
bidang ortopedi atau kardiovaskular atau menyebabkan penyakit pada orang yang
mengalami penurunan daya tahan tubuh (Jawetz, dkk, 2005 : 322).
Staphylococcus
aureus ini terbawa di hidung, tenggorokan, aksila, sela jari kaki, dan
perineum pada 30-50% orang sehat tanpa menyebabkan infeksi klinis. Pembawa
asimtomatik ini penting secara klinis karena bakteri dapat dipindahkan ke
bagian tubuh yang rentan (misalnya dari hidung ke luka) atau dari individu
asimtomatik sehat ke seseorang yang kurang sehat yang akan menderita infeksi
klinis (Gould, 2003 : 152)
Sebagian bakteri Stafilokokus merupakan flora normal pada
kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri
ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang
patogen bersifat invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu
meragikan manitol
Infeksi oleh S. aureus ditandai
dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit
infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo,
dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis,
plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S.
aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan,
dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994). Bisul atau
abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah
folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula terjadi
nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh
getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis.
Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan
pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan
bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis
akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru
Kontaminasi langsung S. aureus pada
luka terbuka (seperti luka pascabedah) atau infeksi setelah trauma (seperti
osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah fraktur
tengkorak, merupakan penyebab infeksi nosokomial Keracunan makanan dapat
disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu onset dari
gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan
banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan
adalah 1,0 μg/gr makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual,
muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai
demam .
Sindroma syok toksik (SST) pada
infeksi S. aureus timbul secara tiba-tiba dengan gejala demam tinggi,
muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal
pada kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada
wanita muda yang menggunakan tampon, atau pada anakanak dan pria dengan luka
yang terinfeksi stafilokokus. S. aureus dapat diisolasi dari vagina,
tampon, luka atau infeksi lokal lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam
aliran darah
1. Faktor Virulensi S. aureus
S.
aureus dapat
menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan
melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan
sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin,
contohnya :
1. Katalase
Katalase
adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses
fagositosis.
Tes adanya aktivtias katalase menjadi pembeda egnus Staphylococcus dari Streptococcus
(Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).
2. Koagulase
Enzim
ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya faktor
koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase
yang dihaslki an dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk
deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis.
3. Hemolisin
Hemolisin
merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni
bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta
hemolisisn, dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung
jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni S. aureus pada
medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan
manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Stafilokokus
yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba
dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel
darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah
merah domba
4. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih
pada beberapa hewan. Tetapi perannya dalam patogenesis pada manusia tidak
jelas, karena Stafilokokus patogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih
manusia dan dapat difagositosis
5. Toksin eksfoliatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik
dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan
pemisahan intraepithelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin
eksfoliatif merupakan penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome,
yang ditandai dengan melepuhnya kulit
6. Toksin Sindrom Syok Toksik
Sebagian besar galur S. aureus yang
diisolasi dari penderita sindrom syok
toksik
menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toks in ini menyebabkan demam,
syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh
7. Enterotoksin
Enterotoksin adalah enzim yang tahan
panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam usus. Enzim ini merupakan
penyebab utama dalam keracunan makanan, terutama pada makanan yang
mengandung karbohidrat dan protein.
2. Pengobatan
Pengobatan terhadap infeksi S.
aureus dilakukan melalui pemberian antibiotik, yang disertai dengan
tindakan bedah, baik berupa pengeringan abses maupun nekrotomi. Pemberian
antiseptik lokal sangat dibutuhkan untuk menangani furunkulosis (bisul) yang
berulang. Pada infeksi yang cukup berat, diperlukan pemberian antibiotik secara
oral atau intravena, seperti penisilin, metisillin, sefalosporin, eritromisin,
linkomisin, vankomisin, dan rifampisin. Sebagian besar galur Stafilokokus sudah
resisten terhadap berbagai antibiotic tersebut, sehingga perlu diberikan
antibiotik berspektrum lebih luas seperti kloramfenikol, amoksilin, dan
tetrasiklin
3.
Tempat berkembang biak bakteri
Staphylococcus aureus
Adapun tempat berkembang biaknya bakteri
staphylococcus yaitu pada rongga mulut,hidung dan saluran kemih.
4. Patologi Staphylococcus
aureus
Kelompok Staphylococcus aureus
yang menetap di folikel rambut menyebabkan nekrosis jaringan (faktor
dermonekrotik). Koagulase
dihasilkan dan mengkoagulasi fibrin di sekitar lesi dan di dalam limfatik
membentuk dinding yang menghambat proses penyebaran dan diperkuat lagi oleh
akumulasi sel inflamasi dan kemudian jaringan fibrosa. Di dalam pusat lesi,
terjadi likuefaksi dan nekrosis jaringan (dipacu oleh hipersensitivitas tipe
lambat) pada bagian abses yang lemah. Drainase cairan pusat jaringan nekrotik
diikuti dengan pengisian secara kavitas oleh jaringan dan akhirnya terjadilah
penyembuhan.
Supurasi lokal (abses) adalah khas untuk infeksi stafilokokus. Dari tiap fokus
manapun, organisme dapat menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah ke
bagian lain dalam tubuh. Pada osteomielitis, fokus primer pertumbuhan Staphylococcus
aureus khas adalah di pembuluh darah tepi dari metafisis tulang panjang,
mengakibatkan nekrosis tulang dan supurasi kronik. Staphylococcus aureus
dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis atau sepsis
dengan supurasi di tiap organ.
Stafilokokus yang mempunyai kemampuan invasi yang rendah, terlibat dalam banyak
infeksi kulit (misalnya akne, pioderma atau impetigo).
Stafilokokus juga menyebabkan penyakit melalui produksi toksin tanpa infeksi
invasif yang nyata. Eksfoliasi bulosa, sindroma kulit terkelupas disebabkan
oleh toksin eksfoliatif. Sindroma syok toksik berhubungan dengan toksin sindroma
syok toksik
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit apabila pada keadaan abnormal
seperti infeksi folikel (akar) rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi
pada luka, meningitis, pneumonia .
H. Analisa Laboratorium
A.
Cara Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan menggunakan lidi
kapas steril dan di swab pada luka bernanah, dimasukkan ke media Nutrient
Broth, lidi dipatahkan untuk menghindari kontaminasi serta dihomogenkan. Sampel
dimasukkan ke dalam termos, dibawa menuju Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Hewan. Lakukan pewarnaan sederhana untuk memastikan ada tidaknya
bakteri, kemudian inkubasi pada inkubator dengan suhu 37oC selama 18
– 24 jam.
B.Metode yang dilakukan:
1. Pewarnaan Sederhana
ü Dibuat
sediaan, fiksasi di atas api.
ü Warnai
dengan Methilen Blue selama 1 – 2 menit.
ü Buang
sisa zat warna menggunakan air mengalir.
ü Objek
glass dikeringkan dengan cara diangin – anginkan.
ü Amati
dibawah mikroskop.
2. Penanaman
pada Media Nutrient Agar
Media ini berfungsi untuk melihat warna
koloni, bentuk koloni dan untuk mendapatkan koloni yang terpisah dari biakan
koloni.
ü Ambil
1 ose steril sampel dari biakan Nutrient Broth, kerjakan dekat api
bunsen.
ü Goreskan
pada media Nutrient Agar dengan menggunakan metode gores.
ü Inkubasikan
pada inkubator dengan suhu 370C selama 18 – 24 jam.
ü Amati
bentuk, tepi, permukaan, warna, diameter dan aspek koloni.
3. Pewarnaan
Gram
Tujuan dari Pewarnaan Gram adalah untuk
membedakan dunia bakteri menjadi dua kelompok yaitu Gram positif (+) dan Gram
(-). Adapun cara pewarnaan dilakukan sebagai berikut:
ü Teteskan
NaCl fisiologis pada objek glass, selanjutnya diambil koloni yang terpisah dari
Nutrient Agar dengan menggunakan ose steril dan campurkan pada NaCl di atas
objek glass. Aduk dan fiksasi di atas api bunsen.
ü Kemudian
pada objek glass tersebut tambahkan Kristal Violet selama 3-5 menit, bilas
dengan air mengalir.
ü Teteskan
larutan lugol selama 1 menit, lalu cuci dengan air mengalir.
ü Lunturkan
dengan alkohol 96 % selama 10 detik hingga zat warna menghilang, cuci dengan
air mengalir.
ü Teteskan
larutan Fuchsin atau Safranin selama 1 menit, cuci dengan air mengalir.
ü Keringkan
dan amati di bawah mikroskop.
ü
Bakteri Gram positif akan
mempertahankan zat warna biru kristal violet sehingga dibawah mikroskop
terlihat warna ungu, sedangkan bakteri gram negatif zat warna kristal violet
akan larut oleh penambahan alkohol 95 % dan mengikat zat warna kedua yaitu
Safranin/fuchsin sehingga dibawah mikroskop akan terlihat berwarna merah.
4. Uji
Katalase
ü Teteskan
H2O2 3 % diatas objek glass.
ü Dengan
menggunakan ose steril, ambil 1 koloni terpisah (koloni yang sama) pada
Nutrient Agar dan homogenkan dengan H2O2 3 %.
ü Amati
hasil yang diperoleh.
5. Penanaman
pada Nutrient Agar Miring
ü Dengan
menggunakan ose steril, ambil 1 koloni terpisah (koloni yang sama) dari
Nutrient Agar.
ü Bekerja
secara asepsis di dekat lampu spiritus.
ü Tanamkan
pada media Nutrient Agar Miring membentuk zig zag.
ü Inkubasikan
pada inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam.
6. Uji
Gula – gula (Glukosa dan Manitol)
ü Larutan
glukosa dan manitol dimasukkan kedalam tabung yang berisi tabung durham yang
telah dibalik.
ü Ambil
1 ose steril biakan dari koloni terpisah (koloni yang sama) pada Nutrient Agar.
ü Masukkan
ose ke dalam tabung yang berisi glukosa, kocok hingga bakteri terlepas dari
ose.
ü Ose
disterilkan kembali dan diambil bakteri dari koloni yang sama, dimasukkan ke
dalam tabung yang berisi Manitol.
ü Inkubasikan
pada inkubator selama 18 – 24 jam dengan suhu 37oC.
ü Tujuan
dari uji gula-gula yaitu untuk melihat kemampuan bakteri dalam memfermentasikan
glukosa dan Mannitol, hasil proses fermentasi berupa asam akan menurunkan pH
media dan merubah warna indikator.
7. Penanaman
pada Blood Agar
ü Dengan
menggunakan ose steril, ambil bakteri dari koloni terpisah (koloni yang sama)
yang terdapat pada media Nutrient Agar.
ü Ditanam
pada media Blood Agar dengan menggunakan metode gores.
ü Inkubasikan
dalam inkubator selama 18 – 24 jam pada suhu 37oC
8. Uji
Sensitivitas terhadap Antibiotika
ü Sehari
sebelum dilakukan uji sensitivitas, lakukan biakan dari Nutrient Agar
disegarkan kembali kedalam Nutrient Broth dan diinkubasikan kedalam inkubator
selama 24 jam pada suhu 370C.
ü Lidi
kapas steril dicelupkan kedalam biakan bakteri Nutrient Broth, kemudian diswab
merata keseluruh permukaan media Muller-Hinton Agar (MHA).
ü Diamkan
beberapa saat, setelah itu letakkan pada permukaan media MHA beberapa jenis
cakram antibiotik untuk melihat sensitivitas bakteri tersebut terhadap
antibiotik.
ü Inkubasikan
selama 24 jam pada suhu 37oC dalam inkubator.
ü Kemudian
diamati dan diukur diameter zona yang terbentuk disekitar cakram antibiotik.
1.
HASIL
PENGAMATAN
1. Pewarnaan Sedarhana
Setelah diamati di bawah mikroskop
terlihat adanya bakteri yang berbentuk kokus, seperti kumpulan anggur. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel yang diperiksa terdapat bakteri, seperti yang terlihat
pada Gambar 1.
Gambar
1. Pewarnaan Sederhana
Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam zat warna untuk
meningkatkan kontras antara mikroorganisme dengan sekelilingnya dengan tujuan
melihat ada atau tidaknya bakteri sebelum pemeriksaan selanjutnya dilakukan.
Lazimnya pewarnaan ini menggunakan zat warna basa seperti kristal violet, biru
metilen, karbol fuchsin basa, safranin atau hijau malachit.
2. Pengamatan Pada Media Nutrient Agar
Hasil pengamatan pada media Nutrient Agar,
didapatkan beberapa koloni terpisah dan hasil pengamatan pertumbuhan koloni
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar
2. Biakan bakteri pada media Nutrient Agar
Dari
hasil pengamatan koloni yang terpisah dan sifat koloni diperoleh :
ü Ukuran
:
2 mm
ü Bentuk
: Bulat
ü Konsistensi
:
Lunak
ü Warna :
Putih kekreman
ü Permukaan :
Halus
ü Aspek
: mengkilat
ü Tepi
koloni
: Rata
ü Elevasi
:
Cembung
ü Sifat tembus cahaya
: Opaque
3. Pewarnaan Gram
Metode pewarnaan gram ini ditemukan
oleh Christian Gram pada tahun 1883 yang merupakan ahli bakteriologi Denmark.
Pada uji pewarnaan Gram didapatkan bakteri Gram positif, berbentuk kokus
bergerombol membentuk untaian seperti buah anggur. Hasil pewarnaan Gram dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar
3. Pewarnaan Gram pada pembesaran 1000x
Ada tiga tujuan pewarnaan gram
bakteri, yaitu untuk mengamati penampakan morfologi bakteri lebih baik karena
telah memiliki warna, mengidentifikasi organel-organel sel bakteri yang bisa
diamati, serta mempermudah proses identifikasi dan membedakan organisme yang
memiliki ciri-ciri serupa.
4. Uji Katalase
Hasil
dari uji katalase yaitu katalase positif, dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar
4. Terbentuk gelembung O2 pada uji katalase
Pada Gambar 4.
terlihat gelembung udara ( katalase positif), karena H2O2 bersifat
toksik bagi bakteri, sehingga bakteri akan menghasilkan enzim katalase untuk
menetralisirkan H2O2 menjadi O2 dan H2O.
Terbentuklah gelembung O2 pada permukaan objek glass.
5. Pengamatan pada Nutrient Agar Miring
Penanaman bakteri pada media
Nutrient Agar miring dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar
5. Koloni yang tumbuh pada Nutrient Agar miring
Pada Gambar 5. Terlihat bakteri dengan
ciri-ciri pertumbuhan yang menyebar memenuhi seluruh permukaan agar dan tampak
seperti bergelombang.
6. Uji Gula-gula (manitol dan glukosa)
Hasil pengamatan pada uji gula-gula
(manitol dan glukosa) menunjukkan adanya perubahan pada manitol, hal ini dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar
6. Hasil uji Gula-gula pada Manitol (A) dan Glukosa (B)
Pada Gambar 6. Terlihat manitol
positif karena terjadi fermentasi glukosa ditandai dengan terjadinya perubahan
warna larutan dari warna ungu menjadi kuning. Sedangkan glukosa negatif, tidak
terjadi fermentasi yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna
larutan.
7. Pengamatan pada Blood Agar
Hasil
penanaman pada media Blood Agar yang diambil dari biakan media Nutrient Agar
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar
7. Hasil Penanaman pada Media Blood Agar
Pada Gambar 7. Terlihat media Blood
Agar jernih artinya terjadi hemolisis sel-sel darah secara lengkap disebut juga
hemolisis beta. Media Blood Agar merupakan media untuk pertumbuhan
mikroorganisme yang sulit untuk dibiakkan dan juga untuk membedakan kelompok
mikroorganisme yang melisis atau tidak melisiskan sel darah merah. Beberapa
bakteri menghasilkan sitolisin yang dapat melarutkan sel darah merah.
8. Uji Sensitivitas terhadap
Antibiotika
Hasil uji sensitivitas antibiotik
dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar
8. Zona hambat antibiotik
Keterangan:
1.
Zona
hambat Gentamicin
2.
Zona
hambat Tetraciclin
3.
Zona
hambat Vancomycin
4.
Zona
hambat Penicillin
5.
Zona
hambat Ampicilin
Pada Gambar 8. Terlihat bahwa kelima antibiotik
yang digunakan menunjukkan adanya zona hambat. Akan tetapi pada antibiotik
Gentamicin, Tetraciclin dan Vancomicin memperlihatkan zona hambat yang lebih
luas dibandingkan dengan Penicillin dan Ampicilin. Antibiotik Penicillin dan
Ampicillin mempunyai luas zona hambat 6 mm dan 4 mm, sehingga Penicillin dan
Ampicillin resisten terhadap bakteri tersebut.
DIAGNOSA
Dari hasil pemeriksaan laboratorium
yang telah dilakukan, sifat-sifat biakan dan sifat-sifat biokimia dari bakteri
dapat diketahui bahwa bakteri ini termasuk dalam golongan Gram positif (+),
berbentuk kokus bergerombol, mampu memfermentasikan glukosa sehingga dapat
diindentifikasi bahwa bakteri tersebut adalah Staphylococcus aureus.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Staphylococcus
aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak
menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S.
aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu
pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit.
Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada
individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan
sebagai karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah
karena adanya perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan
menggunakan steroid atau obat lain yang memengaruhi
imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.
B.
Saran
Kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca. Kami juga menyadari masih banyak kekurangan di dalam makalah yang kami
buat. Untuk itu kami mohon maaf apabila terjadi kesalahan maupun kekurangan di
dalam makalah ini. Sebagai bahan perbaikan kami meminta kritik maupun saran
kepada para pembaca agar menjadi pertimbangan dalam penulisan makalah
selanjutnya.
Daftar pustaka
1.
Karsinah,
Lucky H.M., Suharto, dan Mardiastuti H.W. 1994. Batang Negatif
Gram dalam Buku Ajar Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta :
Penerbit Binarupa Aksara. hal. 161-162.
2.
Entjang,dr.Indan.2003.Mikrobiologi dan parasitologi.Bandung:penerbit
pt.citra Aditya Bakti.
3.
Gould,
D. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat. Cetakan I. Jakarta : EGC
4.
Jawetz,
E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta : Salemba Medika
5.
Retnoningrum,
D.S. 1998. Mekanisme dan Deteksi Molekuler Resistensi
Antibiotika
pada Bakteri.
Bandung: Farmasi ITB. Hal. 1-5, 16-21.
7. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/mikro_upload.pdf
8.
ombemo.blogspot.com/2011/02/bakteri-staphylococcus.html
10.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/09/pustaka_unpad_staphylococcus.pdf